BAGAIMANA MEMASYARAKATKAN MUSYAWAROH DI PONDOK




Sebagai sebuah pondok pesantren yang sudah mapan dan memiliki umur yang tak bias dibilang muda maka sering kali kita bergumam,pondok sebesar ini tidak-atau belum mampu- mengadakan takror yang memiliki bobot paling tidak setara dngan yang lain.Ini terlihat sangat jelas ketika kita mewakili acara Bahtsul Masail antar pondok pesantren.Kemamuan kita masih sangat minim dengan pondok-pondok lainnya/Belum lagi masalah delegasi yang itu itu saja sudah mengisyaratkan bahwa pondok ini gagal menjadikan dirinya sebagai tempat perkembangan keilmuan yang mapan.Sungguh sesuatu yang harus kita sayangkan bersama.
Tanpa bermaksud mencari kesalahan kesalahan apa dan ada dipihak mana,seharusnya kita sudah mampu bercermin bersama dalam memandang rantai keruwetan ini bila kita sebagai generasi tidak ingin trjebak dalam kebimbangan yang tak bersolusi.Terlepas dari berbagai persoalan persoalan intern yang remeh temeh yang kelihaannya dalam waktu dekat ini,sejak dahulu kala belum akan selesai.Tapi apakah kita sebagai sebuah pesanren mapan tidak merasa mendapat “malu” ketika masuk dalam forum forum Bahtsul Masail.Kita akui bahwa kebesaran kita terdapat dalam kapasitas Kiyai kita yang memiliki pngaruh luas dalam berbagai tingkatanya.Ini terlihat dalam forum Bahtsul asail yang selalu menjadi pionir adalah “kita”.Tapi bukan kita sebagai santri.
Bahkan untuk berusaha menghidupkan musyawaroh dalam sekala kelas diniyah pun kita harus gopyoh.Ini kentara sekali terlihat dari keberjalan takror Kelas Wustho yang dari dulu sama saja.Keberjalanannya selalu belm memiliki bargaining atau kekuatan yang menggebrak.Mengapa takror Wushto?.Ada beberapa sebab yang mndasarinya:
1.      Melihat fakta bahwa kelas Wustho adalah notabene sudah 4-6 tahun.Yang bila kita lihat merka semua adalah tokoh dalam kapisatsnya masing masing bagi generasi yang lebih dini.Logikanya bila dari Wustho pun pertambahan ilmunya lambat-karena malihat keadaan diniah Wustho yang belum membaik- dan keinginan untuk musyawaroh tidak didukung semua pihak,maka pertanyaan sederhanya adalah apa yang akan mereka ajarkan pada generasi lebih dininya.Tentunya kita tidak ingin melihat “kecelakaan generasi” terjadi pada generasi selanjutnya
2.      Melihat bahwa system musyawaroh sbagai system yang dipandang pas oleh dewan kyai,terlepas dari berbagai kekurangannya.
3.      Bahwa takror secara aturan pesantren yang dirumuskan bersama adalah suatu kegiatan wajib,maka takror wustho,untuk memenuhi amanat pesantren harus berjalan.
4.      Melihat dari kegiatan Keilmuan dari kelas yang diatas wustho pun masih tidak bias berjalan
5.      Transformasi keilmuan kita yang masih dalam kategori rendah.dll
Maka sudah seharusnya usaha usaha kearah itu harus terus diusahakan dan berbagai kekurangan yang ada didalamnya harus kita pecahkan bersama secara bersama dengan menhilangkan ego masing masing demi kemajuan keilmuan Pondok Pesantren kita ini.Apalagi setelah tarik ulur tak menentu antara Diniyah dan Biro Pendidikan yang maisng masing merasa berat untuk mengelola takror pondok pesantren,yang dalam hal lapangan dilaksanakan oleh pengurus komplek.Maka  sudah seharusnya Takror Kelas Wustho sudah harus dipecahkan dengan menghilangkan ego masing masing pribadi.
Setidaknya ada beberapa komponen yang sangat mendukung keberjalananna ini:
1.      Santri Kelas Wustho yang merasa butuh akan Ilmu
2.      Dukungan dari seluruh Pengurus Pesantren,karena dari pengurus pun belum mampu membuat sebuah musyawaroh kajian keilmuan antar pengurus.Maka Takror Wustho pun harus menajdi tmpatnya
3.      Dewan kyai yang selalu membimbing.
Ketiga komponen ini harus saling bekerja bersama bila kita ingin melihat bersama tumbuhnya sebuah budaya keilmuan pesantren di Al Ihya Ulumaddin –menghidupkan ilmu ilmu agama-mampu setidaknya berlomba dalam keilmuan dengan pondok pondok lain.
Kekurangan yang ada didalamnya harus kita cari bersama jalan keluarnya.Dengan tujuan yang mulia itu tadi.Ego masing masing pihak harus kita lebur bersama menjadi satu semangat tumbuhnya budaya keilmuan yang bagus di pondok kita ini.Tentu kita tidak ingin melihat nantinya akan terjadi “kecelakaan generasi”  karena ego kita masing masing pada masa kini.Dan besar bukan karena kebesaran kyai sematanya,tapi kebesan kita sebagi santri PP Al Ihya Ulumaddin.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "BAGAIMANA MEMASYARAKATKAN MUSYAWAROH DI PONDOK"

Posting Komentar